![]() |
Jamaslin James Purba, S.H., M.H. |
Network adalah modal utama bagi lawyer untuk mendapatkan calon-calon klien maupun mendapatkan tawaran kerjasama dari sesama rekan lawyer. Persaingan di dunia jasa lawyers makin lama makin sengit karena setiap tahun ribuan lawyers baru di lantik, sementara pertumbuhan jumlah klien tidak begitu significant, apalagi pertumbuhan perusahaan baru yang potensial butuh lawyer juga tidak begitu banyak. Pengurangan jumlah lawyer dengan cara alami yaitu kematian juga tidak sebanding dengan jumlah lawyers baru yang di cetak oleh organisasi profesi tadi.
Pendidikan Profesi Avokat (PKPA) sebagai institusi yang melaksanakan proses awal rekrutmen lawyers juga sudah sangat menjamur. Apalagi kondisi saat ini dengan sangat mudahnya sarjana hukum (SH) menjadi lawyer dan dilantik beberapa organisasi profesi.
Lawyers itu harus mampu berfikir antisipatif sebelum hal yang lebih sulit terjadi. Saya tidak bisa bayangkan berapa puluh ribu jumlah lawyers bertambah dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, mengingat sejak 2016 setiap tahun ribuan lawyers di lantik di seluruh Indonesia. Bahkan tingkat kelulusan lawyers saat ini cukup tinggi. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Slipi saja setiap ujian profesi advokat (UPA) pesertanya 5000-an setiap gelombang, dan setahun ada 2 gelombang ujian, belum lagi produk lawyers PERADI lainnya dan juga produk Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Jadi sebelum tiba saatnya dimana makin susah dan sengitnya kompetisi lawyering, mulailah kita memikirkan dan mempersiapkan antisipasi, mulai kuatkan network. Kita dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menjaring calon-calon klien. Tidak cukup hanya pasrah dengan asumsi rejeki sudah ada yang atur. Bagaimana efek medsos dalam meningkatkan network? Contoh: Jika kita di akun facebook punya friendlist 3000 orang, maka setidaknya kita punya 3000 relasi, (walaupun masih semu) dari jumlah tadi yang mungkin berprofesi lawyers ada 1000 orang. Friend of friend dari yang 1000 tadi juga tentu bisa mengakses facebook kita. Artinya mereka jg adalah potential network. Makanya di sarankan isi dari medsos kita adalah hal-hal yang positif dan berguna bagi network kita. Paling tidak bersifat informatif, rekreatif maupun humor alias menarik perhatian, karena semua manusia memerlukan 3 hal tersebut.
Hindarkan postingan yang potential menimbulkan konflik apalagi bersifat melecehkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) karena akan menjadilan kita menjadi public enemy. Kita tidak bisa tahu sejauh mana efek postingan kita ke dunia maya, karena semua orang bisa lihat. Postingan kita memperlihatkan (mencerminkan) sebagian kecil karakter dan kepribadian kita. Postingan yang berkualitas dengan sendirinya akan tersebar dan bisa menjadi alat marketing tanpa kita sadari. Demikian sekilas sharing menjelang weekend. Boleh percaya boleh tidak, namanya juga pendapat pribadi.
Jakarta, 10 Maret 2017
Oleh: Jamaslin James Purba, S.H., M.H.
Ketua DPC PERADI Jakarta Pusat / Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) / Alumni Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Yogyakarta.
Posting Komentar
Komentar netizen merupakan tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi. Kami berhak mengubah atau menghapus komentar yang mengandung intimidasi, pelecehan, dan SARA.